Beranda | Artikel
Barang yang Haram Diperjualbelikan (Hadits Jamiul Ulum wal Hikam #45)
Minggu, 5 Juli 2020

Ada barang-barang yang haram diperjualbelikan seperti dibahas dalam hadits Jamiul Ulum wal Hikam #45 berikut ini.

Hadits Ke-45 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab

الحَدِيْثُ الخَامِسُ وَالأَرْبَعُوْنَ

عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّه سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَامَ الفَتحِ وهُوَ بِمكَّةَ يَقُولُ : (( إنَّ اللهَ ورَسُولَهُ حرَّمَ بَيعَ الخَمْرِ وَالمَيتَةِ والخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ )) فَقِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ المَيتَةِ ، فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ ، ويُدْهَنُ بِهَا الجُلُودُ ، وَيَسْتَصَبِحَ بِهَا النَّاسُ ؟ قَالَ : (( لاَ ، هُوَ حَرامٌ )) ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عِنْدَ ذَلِكَ : (( قَاتَل اللهُ اليَهُوْدَ ، إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمَ ، فَأَجْمَلُوْهُ ، ثُمَّ بَاعُوهُ ، فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ )) خَرَّجَهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Hadits ke-45 Jamiul Ulum wal Hikam

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada tahun Fathul Makkah, dan ia berada di Makkah, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual-beli khamar (minuman keras, segala sesuatu yang memabukkan), bangkai, babi, dan berhala.” Lalu dikatakan (kepada beliau), “Wahai, Rasulullah. Bagaimana menurutmu tentang lemak bangkai? Karena sesungguhnya lemak bangkai (dapat digunakan) untuk melapisi (mengecat) perahu, menyamak kulit, dan digunakan orang-orang untuk lampu-lampu pelita?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, (jual beli) itu adalah haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika itu, “Semoga Allah membinasakan orang Yahudi. Sesungguhnya Allah, tatkala mengharamkan atas mereka lemak bangkai, mereka mencairkannya, kemudian menjualnya, lalu memakan upahnya (hasil jual belinya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Karena Persusuan Menjadi Mahram dan Solusi Anak Angkat (Hadits Jamiul Ulum wal Hikam #44)

Keterangan hadits

  • Perang Fathul Makkah terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedelapan Hijriyah.
  • Khamar adalah sesuatu yang menutupi akal, berasal dari perasan atau sesuatu yang direndam dalam air, baik dari anggur, kurma, gandum, dan selainnnya; bisa jadi dimasak ataukah tidak. Intinya, khamar itu sesuatu yang memabukkan dan menutupi akal.
  • Bangkai adalah setiap hewan yang mati tanpa lewat jalan penyembelihan. Yang disembelih orang yang murtad disebut juga sebagai maytah (bangkai) secara hukum.
  • Babi itu hewan yang najis secara ‘ain.
  • Ashnam adalah bentuk jamak dari shanam (berhala) yang dipahat dalam bentuk manusia, atau bentuk lainnya. Ada istilah watsan yaitu segala sesuatu yang disembah selain Allah, bisa jadi kuburan dan selainnya. Perbedaannya, shanam itu punya wujud tertentu, sedangkan watsan itu sesuatu tanpa bentuk rupa. Ada juga yang menyamakan antara shanam dan watsan seperti Al-Jauhari.
  • Syuhum al-maytah yang dibahas adalah hukum jual beli lemak bangkai karena ada manfaat dari jual beli tersebut.
  • Perahu itu diminyaki dengan lemak setelah dicairkan, tujuannya agar air tidak menyerap ke kayu, berarti sama fungsinya saat ini dengan cat.
  • Dahulu kulit bisa diminyaki dengan lemak bangkai setelah kulit itu disamak.
  • Dulu juga lemak bangkai yang sudah dicairkan bisa dijadikan bahan untuk penerangan pada lampu.
  • Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan tidak halal jual beli lemak bangkai, tidak boleh jual belinya, dan tidak boleh memanfaatkannya. Jual belinya itu diharamkan karena dhamir (kata ganti) yang disebut kembali pada jual beli. Inilah yang ditafsirkan oleh Imam Syafii. Ibnul Qayyim dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berpendapat yang sama. Karena si penanya dalam hadits menanyakan tentang jual beli. Walaupun ada ulama yang menyatakan bahwa dhamir (kata ganti) kembali pada pemanfaatan, berarti yang dilarang adalah pemanfaatannya. Pendapat yang menyatakan yang dilarang adalah jual belinya, itulah yang lebih tepat.
  • Dalam hadits ini, orang Yahudi didoakan binasa. Bisa juga maknanya, Allah melaknat mereka dan mereka dijauhkan dari rahmat-Nya.
  • Yang dilakukan oleh orang Yahudi adalah mencairkan syuhumul maytah hingga menjadi lemak, sampai tidak lagi disebut syuhum, mereka ingin mengakali agar tidak terjerumus dalam yang haram. Karena syuhum diharamkan pada orang-orang Yahudi. Namun, mereka tetap menjual dan memakan hasil jual belinya. Orang Arab tidak lagi menyebut lemak yang sudah dicairkan itu dengan syuhum, tetap mereka menamakannya dengan wadak.

 

Faedah hadits

Pertama: Islam mengharamkan jual beli khamar, juga memproduksinya, hingga meminumnya. Alasannya, khamar benar-benar membawa dampak jelek dan merusak pikiran. Menurut jumhur ulama, khamar itu dihukumi najis.

Dalam hadits lain disebutkan mengenai terlaknatnya setiap orang yang mendukung dalam tersebarnya miras atau khamar. Dari Ibnu ‘Umar, dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ

Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya, dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Ahmad, 2:97; Abu Daud, no. 3674; Ibnu Majah, no. 3380. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih karena ada berbagai penguatnya).

Yang dimaksud adalah Allah melaknat zat khamar agar setiap orang menjauhinya. Bisa pula yang dimaksudkan dengan “Allah melaknat khamar” adalah melaknat memakan hasil upah dari penjualan khamar. (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud, 8:174, Mawqi’ Al Islam). Ini menunjukkan penjualan miras itu haram.

Kedua: Islam mengharamkan jual beli babi, daging babi, lemak babi, kulit babi, serta semua bagian dari tubuh babi karena babi itu najis ‘ain.

Ketiga: Islam mengharamkan jual beli bangkai dan bagian-bagiannya. Yang dikecualikan dalam hal ini adalah bangkai ikan dan belalang. Para ulama juga menilai rambut dan bulu bangkai yang tidak dianggap hidup, maka tidak dianggap khabits (najis) dan tidak dimasukkan dalam istilah bangkai (maytah). Inilah pendapat jumhur ulama. Yang berbeda pendapat dalam hal ini hanyalah ulama madzhab Syafii.

Adapun kulit bangkai bisa jadi suci dengan disamak. Namun, kulit hewan buas (seperti kulit harimau, ular, buaya) tetap tidak boleh diperjualbelikan walau sudah disamak dikarenakan ada larangan penggunaannya dari hadits Al-Miqdam bin Ma’dikarib. Al-Miqdam pernah mendatangi Mu’awiyah lantas berkata padanya,

أَنْشَدُكَ بِاللهِ: هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ نَهَى عَنْ لُبُوْسِ جُلُوْدِ السِّبَاعِ وَالرُّكُوْبِ عَلَيْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ

Aku bersumpah dengan nama Allah bukankah engkau tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengenakan kulit hewan buas dan menunggangi (menaiki) di atasnya?” Mu’awiyah menjawab, “Iya.” (HR. Abu Daud, 4131; An-Nasai, 7:176. Hadits ini sahih memiliki syawahid atau banyak penguat yang saling menguatkan. Lihat catatan kaki dalam Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:93. Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 1011 menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid, perawinya tsiqqah–terpercaya–. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan dalam catatan Sunan Abu Daud, hadits ini hasan).

Keempat: Ada perbedaan pendapat mengenai penggunaan lemak bangkai karena masalah larangan dalam hadits itu kembali pada larangan jual beli ataukah larangan pemanfaatan lemak bangkai. Pendapat terkuat dalam hal ini adalah boleh memanfaatkan lemak bangkai. Sedangkan yang terlarang hanyalah jual belinya. Ibnul Qayyim mengistilahkan dengan “babul intifaa’ awsa’ minal bai’”, dalam hal penggunaan lebih banyak dibolehkan dibandingkan dalam hal jual beli. Artinya, segala jual beli yang diharamkan belum tentu dilarang penggunaannya. Antara jual beli dan penggunaan tidak saling terkait. Jadi, kalau disebutkan dalam hadits diharamkan jual beli, bukan berarti penggunaannya tidak boleh.

Kelima: Islam mengharamkan jual beli ashnam (patung berhala). Berhala ini menghancurkan Islam itu sendiri, dampaknya pada rusaknya agama dan menjerumuskan pada dosa syirik. Namun, jika berhala itu dihancurkan, sebagian ulama membolehkan untuk jual belinya.

Keenam: Kita dilarang akal-akalan (melakukan tipu daya) dalam melegalkan jual beli yang sudah diharamkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas sekali melarangnya dalam kasus lemak bangkai. Pelakunya pun kena kutukan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَرْتَكِبُوا مَا ارْتَكَبَتِ اليَهُوْدُ، فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللَّهِ بِأَدْنَى الحِيَلِ

Janganlah kalian melakukan apa yang pernah diperbuat oleh orang-orang Yahudi, sehingga kalian melanggar hal-hal yang diharamkan Allah dengan melakukan sedikit pengelabuan (akal-akalan).” (HR. Ibnu Batthoh dalam Al-Hiyal, 112. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid).

Ketujuh: Jika Allah mengharamkan sesuatu, pasti Allah haramkan jual belinya, dan hasil jual belinya juga haram.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah mengharamkan upah (hasil jual belinya).” (HR. Ad Daruquthni, 3:7; Ibnu Hibban, 11:312. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Dalam lafazh musnad Imam Ahmad disebutkan,

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Allah pun melarang upah (hasil penjualannya).” (HR. Ahmad, 1:293. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

  1. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  2. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
  3. Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan keempat, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

 

Selesai disusun Malam Senin, 15 Dzulqa’dah 1441 H, 5 Juli 2020

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/25222-barang-yang-haram-diperjualbelikan-hadits-jamiul-ulum-wal-hikam-45.html